Pantai Mutiara House – ARCHINESIA
Widget Image
 

Pantai Mutiara House

Pantai Mutiara House

[English text below] Proyek ini merupakan renovasi rumah yang berlokasi di kawasan Pantai Mutiara, area reklamasi pantai di kawasan Jakarta Utara. Klien proyek ini membeli sebuah rumah yang awalnya diperkirakan hanya membutuhkan sedikit perbaikan agar dapat nyaman dihuni. Berdasarkan permintaan klien, arsitek kemudian merancang renovasi rumah. Namun, pada saat pembangunan diketahui banyak bagian struktur yang telah rusak dan tidak dapat dipertahankan. Sehingga pada pelaksanaannya, renovasi pun melebar dan perancangan arsitektur banyak berubah. Bisa dikatakan 80 persen bangunan lama dibongkar dan berubah menjadi bangunan baru.

Namun demikian, karena awalnya adalah proyek renovasi, maka dasar rancangan rumah ini tetap berpegang pada konstruksi rumah lama. Salah satu yang paling mendasar adalah letak tangga di sudut depan rumah yang tetap sama seperti rumah asa. Tangga khas rumah-rumah yang dibangun tahun 1980-an, berupa tangga beton memutar dengan railing melingkar ini diubah menjadi bentuk U dengan penampilan lebih simpel dan ringan.

Bagian-bagian rumah yang lain juga direnovasi, khususnya dari sisi struktur dan fisik penampilan bangunan. Bentuk tampilan rumah lama yang cenderung klasik dengan atap tropis (atap miring) berubah total menjadi rancangan hasil permainan dari beberapa bidang datar vertikal berupa blok dinding yang dikomposisikan untuk menciptakan dimensi atau perbedaan kedalaman fasad. Selain dinding, bagian rumah yang paling banyak berubah adalah bukaan. Pintu maupun jendela menjadi sumber pencahayaan alami di siang hari. Di sini arsitek terlihat mencoba menarik kembali fungsi inti bukaan dan mengolahnya, sehingga pintu dan jendela tidak lagi dirancang seperti rumah lama konservatif yang naif.

Contohnya saja jendela sisi ruang duduk. Bukaan dirancang berupa robekan dari dinding besar di sisi bawah setinggi sekitar 1 meter. Bukaan lebar ini tetap terlindungi pandangannya dari jalan dengan adanya rumpun bambu yang padat untuk menciptakan privasi ruang duduk karena letaknya sangat dekat dengan jalan lingkungan. Dari luar hanya terlihat dinding besar karena bukaan ini tertutup oleh rumpun bambu. Dinding juga berfungsi menghindari sengatan panas matahari dari arah barat.

Rancangan rumah memang sangat terasa ingin melindungi privasi pemilik terhadap bangunan tetangga yang sangat dekat jaraknya dengan cara menutup pandangan dari luar ke dalam rumah. Bukaan hanya dibuat sedikir dengan ukuran minimal, itupun hanya di bagian-bagian sirkulasi seperti gang dan tangga. Maka pada bagian-bagian yang tidak mendapatkan cahaya, arsitek membuat skylight di beberapa bagian atap untuk memasukkan sinar matahari ke dalam ruang.

Fokus pandangan rumah lebih ditujukan ke taman dalam berupa taman kering yang luas namun sangat simpel. Permukaan taman dilapisi beton yang rata dengan sediit tanaman penutup tanah di sisi dinding dan sebuah pohon kamboja besar serta kolam persegi panjang dengan pancuran air terbuat dari pelat batu marmer. Meski serba minimalis, taman dan unsur air ini menjadi oase di tengah kepungan bangunan beton. Setiap ruang yang bersisian dengan taman diberi bukaan maksimal, khususnya sisi ruang keluarga. Pada saat pintu-pintu kaca dibuka, taman ini dapat menjadi perluasan ruang keluarga. Dengan cara ini, taman justru dapat dimanfaatkan menjadi sentra kegiatan rumah karena letaknya yang dikelilingi ruang-ruang lainnya.

Proyek ini sendiri merupakan karya pertama Willis Kusuma sekembainya belajar serta bekerja di biro konsultan arsitektur Richard Meier di Amerika Serikat. Tidak terlalu mengherankan apabila ‘garis’ dan ‘warna’ rancangan Richard Meier dapat ditangkap dari rancangan arsitektur proyek ini.


This house is a renovation project located in Pantai Mutiara, a reclaimed beach area in north Jakarta. When the client bought the house, he thought it needed only minimum repair to become a comfortable sanctuary. However, during construction, however, the architect found that many parts of the building were beyond repair and no longer safe to use. So, about 80 percent of the old building materials were removed and the house was redesigned.

Nevertheless, in an attempt to remain faithful to the project as a renovation, some basic design features have been preserved so as to make the new design not too far removed from the old one. One of the strongest elements of the old house was the location of a stairway in a front corner and it is left in its original place. However, the typical stairway of houses built during the 1980s, a circular concrete stairway with railings, has been changed into a U-shaped feature, with a simpler and insubstantial appearance.

Some other parts were also modified, especially the structural and physical facades of the building. The original structure had a classical style with a tropical slanted roof, but this has been totally changed by design manipulation of the horizontal and vertical planes of the wall blocks, which are now composed in such a way as to provide dimensions or facades with different depths. Besides walls, both doorways and windows have also undergone considerable change. The architect has tried to reclaim the basic function of openings and manipulate them in such a way that they have no longer appear as conservative old designs.

For example, there is a window on the side of the sitting room. The opening is designed to look like a wide cut on the lower part of the wall, 1 meter high. Bamboo plants cover the view from the outside where only the massive wall is visible, making a private sitting area despite the closeness to the public access outside. The wall also protects the inside area against direct sunlight from the west.

The design intends to provide privacy for the owner from the houses next door by covering the view from outside. So openings are made as minimal as possible, and only in some ventilating areas like the walkway and stairway. To let sunlight into the spaces having no sunlight, the architect has installed skylights on the roof. The view focus of this house is to an indoor garden, a spacious and simple dry garden. Layered with flat concrete, right next to the wall, there are plants and a large frangipani tree, plus a square pond with a fountain made from a marble plate. Although everything is kept minimalist, the presence of the garden here is like an oasis amidst massive concrete. Every room facing the garden is provided with maximum openings, especially the living room. When the glass door is opened, this garden functions as a living room extension. This way, the garden is used as the center of home activities because its location is encircled by all other rooms.

This project is Willis Kusuma’s first since studying and working with Richard Meier’s architecture bureau in the United States. It is thus not surprising that the typical ‘lines’ and ‘colors’ of Richard Meier’s work can be seen everywhere in this architectural design project.

 

*Ps. This content published in “Indonesian Architecture Now 2” by Borneo Publications, 2008.


About Project

PANTAI MUTIARA HOUSE
Architect: Willis Kusuma Architects
Site Area: 650 m2
Building Area: 680 m2


About Book

INDONESIAN ARCHITECTURE NOW 2

Author: Imelda Akmal
Photographer: Sonny Sandjaya

English Translator: Rani Rachmani Moediarta, Wendy Juniana Djuhara
Indonesian Editor: Ira Merciana
English Editor: Martin Westlake

Graphic Design: Artnivora

Editorial Team: Gita Savitri, Diona Ratrixia, Nadia Primasanti, Amelia Santoso

Image Documentation: M. Alwi

 

Written by

Leave a Reply

Be the First to Comment!

Notify of
avatar
background color : #CCCC
X