Disneyfication: Ancaman Terhadap Autentisitas Warisan Budaya – ARCHINESIA
Widget Image
 

Disneyfication: Ancaman Terhadap Autentisitas Warisan Budaya

Disneyfication: Ancaman Terhadap Autentisitas Warisan Budaya

Presented by Assoc. Prof. Dr. Johannes Widodo, at Seri Seminar Online #25 “Heritage & Urbanism”, Wednesday, March 30, 2023.

Pada tahun 2018, Kota Tua Jakarta dinyatakan gagal memasuki daftar UNESCO World Heritage. Ada sejumlah alasan yang disampaikan UNESCO, salah satunya yaitu loss of authenticity atau hilangnya autentisitas (keaslian). Menurut mereka, keunikan budaya di Kota Tua Jakarta tidak dipertahankan dengan baik. Bahkan, Kota Tua mengalami banyak perubahan demi kepentingan ekonomi dan pariwisata. Pelestarian bangunan dilakukan semata-mata hanya untuk branding kawasan. Dalam pemaparan Prof. Johannes Widodo, ia menyebut fenomena ini sebagai “disneyfication.”

Tidak hanya Kota Tua, disneyfication juga terjadi di berbagai kawasan heritage di dunia. Salah satunya di Kota Lijiang, Cina. Jumlah wisatawan mereka lebih banyak dibanding kuantitas penduduk aslinya. Akibatnya, harga tanah melambung tinggi dan warga asli Lijiang pun terpinggirkan karena tidak mampu tinggal di kota tersebut. Selain itu, tarian tradisional yang awalnya untuk mensyukuri hasil panen, kini sebatas ditampilkan guna menarik wisatawan. Kota Lijiang seakan dibuat menjadi Disneyland untuk menghibur para turis.

Gerakan “Disneyfication” adalah salah satu contoh eksploitasi heritage yang menjadikannya sebuah “produk.” Komodifikasi ini berawal dari sifat konsumerisme dan keserakahan. Alhasil, keunikan maupun keberlanjutan kota pun hilang. Sementara itu, warisan kota merupakan pinjaman yang harus kita teruskan pada generasi selanjutnya. Hal yang memprihatinkan yaitu kerusakan autentisitas kota hampir selalu bersifat permanen dan mustahil untuk diperbaiki.

Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk mencegah hilangnya keunikan heritage? Menurut Prof. Johannes Widodo, berhasil atau tidaknya konservasi budaya akan bergantung pada moral dan etika kita semua. Dalam menangani kawasan heritage, kita harus memiliki pikiran yang etis, serta tidak serakah. Selain itu, harus ada rasa sayang pada alam, kota, maupun local wisdom. Lebih-lebih, kita juga harus mempertahankan nilai demokratis dan keadilan sosial.

Pada akhirnya, heritage merupakan sesuatu yang harus kita teruskan untuk masa depan. Oleh karena itu, kita harus menjaganya. (via)

 

 

 

Written by

Leave a Reply

Be the First to Comment!

Notify of
avatar